Suatu
hari ku berjalan di tepi pantai, menikmati ombak yang berderu tenang bersama
angin laut yang berbisik merdu di telingaku, membelai rambutku, mencium
bibirku. Aku menghirup nafas dalam, membiarkan aroma laut masuk memenuhi
paru-paruku dan biarlah ia di sana. Matahari sudah tidak lagi berada di atas
kepalaku, melainkan tepat di depanku, di ujung horizon, siap meninggalkan
langit di atasku. Jingga di kaki langit bagai cat yang disapukan di atas
kanvas.
Aku
melangkahkan kakiku menuju air yang menyapu-nyapu di bibir pantai. Sesekali air
membawa kepiting-kepiting kecil yang kemudian berlomba-lomba untuk kembali ke
laut. Aku berjalan lebih jauh, biar setengah lututku terendam oleh air
laut. Sesekali aku harus menahan ombak
yang semakin lama semakin tinggi. Aku tidak peduli.
Aku
duduk. Air mengenggelamkan seluruh kakiku dan ombak yang lewat membasahi
separuh badanku. Aku tetap melepaskan pandangan ke ujung horizon. Matahari membentuk
setengah lingkaran yang sempurna. Dan warna jingganya yang menyala menentramkan
hatiku. Aku tersenyum.
Kututup
mataku. Kurasa sekitarku. Ombak datang membawa air pasang dan surut bergantian
sesekali. Air yang lewat di sela-sela kakiku terasa begitu dingin, begitu
menyegarkan. Angin laut mulai resah karena sebentar lagi ia akan tergantikan
oleh angin dari darat. Ia meronta dan bertiup semakin kuat. Tak kudengar suara
apa-apa selain ombak dan angin.
Lalu
kurasakan tangannya menggapaiku dari belakang, kemudian ia memelukku erat dan mengecup
pipiku. Ia membisikkan kata-kata indah di telingaku. Ia menopang tubuhku untuk
berdiri. Tetap, aku dalam pelukannya. Lalu ia memutar badanku menghadapnya.
“Tetap
pejamkan matamu,” katanya.
Ia
membelai pipiku. Dapat kurasa ia tersenyum, dan akupun tersenyum. Lalu ia
membelai rambutku dan membawa tangannya menelusuri bahuku, lenganku, dan
jari-jari tanganku. Ia kemudian menyelipkan jari-jarinya diantara jari-jariku
dan menggenggam erat tanganku. Kurasakan wajahya yang perlahan mendekati
wajahku. Dan hatiku berkata benar, ia menciumku.
Kaget,
kubuka mataku.
Ia
tak di sana.
Tidak
ada tangannya yang kugenggam erat, hanya sebuah botol kaca bertutupkan gabus
yang berisi segulung kertas.
Kujatuhkan
diriku di atas pasir dan kutatap hitam di atasku. Kulihat ribuan bintang dan
sebuah bulan yang tersenyum padaku. Aku tersenyum balik kepadanya, senyuman
yang mengejek.
Aku belum menyerah.
~Ni@ 09/11
No comments:
Post a Comment