Wednesday, 4 April 2012

Pesan di Botol 2


Aku melihatnya berdiri di sana, di pantai itu. Berpijak di atas pasir putih, ia terlihat sedang menikmati angin yang membelai wajahnya. Ia berdiri begitu gagah di sana, di bawah kanvas jingga langit. Matahari sudah siap menghilang di balik horizon, mempersilahkan bulan untuk menemani kami.
                Kutemukan diriku kini berada di sampingnya. Tanganku digenggamnya erat dan kami menikmati air laut yang menggelitik, menyapu-nyapu di kaki kami. Datang dan pergi, begitu terus ombak membawanya.
                Ia membisikkan sesuatu di telingaku, sesuatu yang membuatku tersenyum. Lalu ia mengecup punggung tanganku. Senyumannya menenangkan hatiku, senyuman yang selalu kurindu. Aku tidak ingin kehilangan dia. Aku ingin ia menggenggam tanganku terus untuk selamanya.
                Di atas pasir kami merebahkan diri. Bersenda gurau menikmati bintang yang mulai menghiasi hitam di atas kami. Matahari sudah pergi, kini tinggalah kami ditemani bulan dan langit malam. Tidak lupa deburan ombak yang menciptakan melodi indah, memecah hening yang biasa menghantui malam.
                Ia kemudian diam dan menatap lekat pada langit. Kulihat gundah di sudut matanya. Lalu ia palingkan pandangannya padaku. Mata kami bertemu. Ada sesuatu yang ingin ia katakana. Apa? Ia tidak mengatakannya. Tidak juga bisa kubaca apa yang dipikirkannya.
                Ia kemudian berdiri dan beranjak meninggalkaku sendiri di atas pasir. Ia pergi. Aku tidak mau ia pergi. Tetapi, mengapa aku tidak mengejarnya? Mengapa tubuhku terus berbaring dan membiarkannya pergi? Mengapa aku diam saja? Aku tidak mengerti!

                Dinginnya air laut membangunkanku. Setengah tubuhku berada di bawah air. Sesekali ombak menyapu, menenggelamkan wajahku. Aku menegakkan badan, duduk, dan menatap ke ujung langit. Kulihat kuning yang datang, melukiskan garis panjang di kaki langit. Sedikit demi sedikit garisnya makin lebar dan matahari muncul dibaliknya.
                Ombak terus datang dan pergi, tidak mempedulikan aku yang menghalanginya. Lalu kulihat ia kali ini datang membawa sesuatu. Kemudian dengan manis ia antar ke sisiku. Membiarkan benda itu terguling di atas pasir.
                Kembali kutersenyum mengejek pada langit, pada laut, dan pada kenyataan. Sekali lagi botol itu kembali padaku. Sekali lagi ia datang membawa harapan kosongku pada dunia.

Cukup sampai di sini.

No comments:

Post a Comment