Aku melihatnya berdiri di sana, di pantai itu. Berpijak
di atas pasir putih, ia terlihat sedang menikmati angin yang membelai wajahnya.
Ia berdiri begitu gagah di sana, di bawah kanvas jingga langit. Matahari sudah
siap menghilang di balik horizon, mempersilahkan bulan untuk menemani kami.
Kutemukan diriku
kini berada di sampingnya. Tanganku digenggamnya erat dan kami menikmati air
laut yang menggelitik, menyapu-nyapu di kaki kami. Datang dan pergi, begitu
terus ombak membawanya.
Ia membisikkan
sesuatu di telingaku, sesuatu yang membuatku tersenyum. Lalu ia mengecup
punggung tanganku. Senyumannya menenangkan hatiku, senyuman yang selalu
kurindu. Aku tidak ingin kehilangan dia. Aku ingin ia menggenggam tanganku
terus untuk selamanya.
Di atas pasir kami
merebahkan diri. Bersenda gurau menikmati bintang yang mulai menghiasi hitam di
atas kami. Matahari sudah pergi, kini tinggalah kami ditemani bulan dan langit
malam. Tidak lupa deburan ombak yang menciptakan melodi indah, memecah hening
yang biasa menghantui malam.
Ia kemudian diam dan
menatap lekat pada langit. Kulihat gundah di sudut matanya. Lalu ia palingkan
pandangannya padaku. Mata kami bertemu. Ada sesuatu yang ingin ia katakana.
Apa? Ia tidak mengatakannya. Tidak juga bisa kubaca apa yang dipikirkannya.
Ia kemudian berdiri
dan beranjak meninggalkaku sendiri di atas pasir. Ia pergi. Aku tidak mau ia
pergi. Tetapi, mengapa aku tidak mengejarnya? Mengapa tubuhku terus berbaring
dan membiarkannya pergi? Mengapa aku diam saja? Aku tidak mengerti!
Dinginnya air laut
membangunkanku. Setengah tubuhku berada di bawah air. Sesekali ombak menyapu,
menenggelamkan wajahku. Aku menegakkan badan, duduk, dan menatap ke ujung
langit. Kulihat kuning yang datang, melukiskan garis panjang di kaki langit.
Sedikit demi sedikit garisnya makin lebar dan matahari muncul dibaliknya.
Ombak terus datang
dan pergi, tidak mempedulikan aku yang menghalanginya. Lalu kulihat ia kali ini
datang membawa sesuatu. Kemudian dengan manis ia antar ke sisiku. Membiarkan
benda itu terguling di atas pasir.
Kembali kutersenyum
mengejek pada langit, pada laut, dan pada kenyataan. Sekali lagi botol itu
kembali padaku. Sekali lagi ia datang membawa harapan kosongku pada dunia.
Cukup
sampai di sini.
No comments:
Post a Comment