Friday, 1 June 2012

Exploring Singapore

"You need this vacation."
Itu adalah kalimat pertama yang dilantunkan Mbak Ayu, kakak gue, setelah gue ceritain tentang rencana serta kebimbangan gue pergi ke Singapore sendirian.
Memang bener, sih, gue lagi butuh liburan SENDIRI. Otak gue udah terlalu kacau semenjak entah kapan. Kesibukan sekolah sangat berhasil membuat otak gue agak rusak dan agak susah untuk mengembalikannya seperti semula. I need this vacation.
Sebenernya rencana utamanya bukan buat refreshing, tapi buat nganterin oma gue berobat. Berhubung gue libur, daripada gue cengo di depan si cantik seharian, mending gue pergi. Jadilah rencananya gue akan berangkat sama cici sepupu gue ke Singapore tanggal 1 Mei untuk mengantarkan Oma yang akan berobat tanggal 2 Mei, lalu gue akan pulang tanggal 3 Mei.
Rencana pulang tanggal 3 Mei buat gue dibatalkan. Sama ortu gue tiba-tiba ditawarin "mau diperpanjang, ga, sampai Senin?"
Tanpa pikir panjang gue jawab, "Iya."
Lalu, setelah gue pikir-pikir lagi, gue jadi galau. Alhasil gue curcol deh sama kakak gue. Dan satu kalimat itulah jawaban dia. Terimakasih, kakakku, I guess I really need it.
And so, gue menamakan perjalanan gue yang satu ini "semi backpacking". Kenapa? Karena ga 100% bisa dibilang backpacking karena gue masih bawa koper, berhubung gue ga punya backpack yang biasa dipake orang naik gunung.
Lagipula di dua hari pertama gue ke Singapore, gue masih "ditemani" sama cici sepupu dan Oma (atau lebih tepatnya gue dan cici sepupu nemenin Oma).
Perjalanan semi backpacking gue dimulai di hari Kamis, 3 Mei 2012. Malam sebelumnya gue pindah flat, dari flat temennya cici sepupu gue ke flat cici sepupu gue yang tinggal di Singapore. Gue bawa-bawa koper naik MRT dari daerah Tampines ke Sengkang. Berhubung transportasi yang gue tau baru MRT, ya jadi gue naik MRT. Di MRT, gue ketemu ibu-ibu yang nanyain gue mau ke mana bawa-bawa koper. Pas gue bilang gue mau ke Sengkang, dia bingung soalnya ada bus dari Tampines ke Sengkang. Oke, gue ga tau. Alhasil gue menghabiskan kurang lebih 45 menit naik turun MRT pindah jalur.
Gue nginep di flat cici sepupu gue, Ci Lia yang tinggal bersama suami dan anaknya, plus adeknya, Ci Sasa, dan kebetulan ada mertuanya yang diminta tolong jagain anaknya kalau mereka semua pergi kerja.
Nama anaknya Ci Lia adalah Nathan. Umurnya baru satu setengah tahun, kurang lebih. Dan dia sangat amat lucu sekali OMG! *lebay*


Waktu sampai di MRT Station di Sengkang, gue dijemput sama Ci Sasa yang kebetulan baru pulang kerja, jadi sekalian. Waktu sampai di flat, Nathan lagi main sama mamanya di kamar. Nathan rada bingung, kenapa ada orang asing yang masuk kamar bawa-bawa koper? Dia belom bisa ngomong, sih, tapi ekspresinya kebingungan. Lalu mamanya memperkenalkan gue kepada Nathan "Nathan, this is Aunty Nia." lalu dilanjutkan dengan pertanyaan "Where is Aunty Nia?" dan Nathan akan menunjuk gue. Begitu terus di hari-hari selanjutnya kalau gue di rumah, si Cici suka nanyain Nathan pertanyaan itu. Dan Nathan akan menunjuk gue sambil melakukan aktifitas lain, seperti ngobrak-ngabrik mainan (yang sepertinya merupakan hobi dia).
Nathan sama seperti ponakan-ponakan gue yang lain, mereka baru akan mendekati gue kalau gue mengeluarkan segala gadget yang gue punya. Kebetulan yang gue bawa ke Singapore cuma iPod dan Blackberry. Tadinya gue mau bawa si cantik, tapi mikir, gue kan di flat cuma pagi malem doang, lagian bawa-bawa si cantik berat. Backpack gue udah berat sendiri sama kamera! By the way, buat yang belom tau, si cantik itu laptop pinky gue yang selalu setia menemani gue dikala galau.
Eniweis, anak-anak jaman sekarang kecil-kecil udah hi-tech, ya! Mereka tau barang-barang mahal. Ga mau dikasih mainan yang biasa-biasa aja. Maunya main iPod, iPad, laptop, padahal toh juga mereka belom ngerti cara pakainya gimana.
Begitulah kisah pendek sampainya gue di flat cici sepupu gue Rabu malam.
Kamis, jadwal gue hari itu adalah ke Singapore Science Center. Gue agak tergila-gila sama hal yang berbau museum IPA. Walau gue rada eneg sama pelajaran IPA, gue demen sama museum IPA, karena di sana segala yang gue pelajari diterapkan pada berbagai macam alat dan belajar melalui museum IPA itu jauh lebih efektif daripada belajar di kelas, melototin buku cetak.
Tadinya gue berniat pergi ke Jurong Bird Park dan Science Center dalam sehari, berhubung sama-sama di daerah Jurong. Tapi, Ci Sasa merekomendasikan kalau mending dipisah, karena keduanya bakal makan waktu seharian kalau mau bener-bener puas.
And so, gue pergi ke Science Center. Dari Sengkang ke Jurong itu adalah perjalanan dari ujung timur ke ujung barat Singapore. Gue kudu naik bus nomor 161, turun di Woodsland, lalu lanjut ke Jurong East naik MRT jalur merah. Dari Jurong East, ada bus yang nyetop di Science Center. Hnah, busnya lagi sepi, dan gue ga tau kalo bus sepi itu ga turun di tiap stop, kudu ada yang mencet bel baru dia nyetop. Alhasil gue kelewat dua stop. Untungnya masih satu blok, bisa jalan kaki, kalo enggak gue harus nyebrang dan nunggu bus yang ke arah Science Center lagi.
Tiket masuk Science Center S$ 9 untuk adult, untuk student, child, sama senior citizen ada harga khusus, tapi saya lupa.
Apa aja sih yang bisa dilihat di Science Center? Banyak! Saking banyaknya gue ga bisa sebutin satu-satu. Segala bidang IPA, dari Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, ada ruang display tersendiri dan banyak banget alat peraga yang bisa dimainin. Selain itu, ada juga tentang luar angkasa, teknologi informasi, api, dan masih banyak lagi. Selain alat peraga, di jam-jam tertentu, ada show di beberapa ruangan. Ada tiga show, listrik, api, dan suara. Gue cuma nonton yang listrik sama api. 
Show yang listrik adalah tentang percobaan Nikola Tesla. Berhubung gue udah rada lupa penjelasannya bagaimana, jadi  gue kasih videonya aja..


Waktu gue nonton, udah agak terakhir-terakhir. Jadi, yang gue lihat cuma ada orang masuk dalem kerangkeng trerus ditunjukkin kalau selama dia di dalam kerangkeng itu, dia ga bakal kena setrum. Plus gue ngeliat yang balon meledak. Di video ga ada, jadi gue kasiin fotonya.

'

Juga ada demonstrasi meledakkan balon dengan samberan petir ini.



Ada dua gas yang bisa ngebuat balon terbang kalau diisi, karena sifatnya yang lebih ringan dari udara. Biasanya, kita tahunya balon diisi dengan helium, tapi, balon yang ini isinya bukan Helium, melainkan Hidrogen. Kenapa? Karena Helium sangat sulit untuk terbakar, sedangkan Hidrogen sangat mudah terbakar.


Show satu lagi yang gue tonton adalah Api. Di Show ini, gue menyaksikan tornado api. Tornado api ini bisa terjadi kalau ada api besar di ruangan berbentuk tabung.

versi mini

versi gede
Lalu gue bertanya, apa yang akan terjadi kalau tornado angin yang biasanya terjadi, berupa api? We're doomed. Mungkin itu yang akan terjadi tanggal 21 Desember nanti. Hahaha...
Dari Science Center, gue lanjut ke JCube Mall, yang ternyata berada di serong kanannya Science Center, buat ketemu Tiwi dan dua temannya.
Dan gue dikerjain sama Tiwi, katanya dua temannya bukan orang Indonesia, tapi ternyata mereka orang Indonesia. Pertamanya gue disuruh nebak, berhubung muka mereka sangat tidak mirip daerah-daerah lain di Asia, dan katanya bukan orang Indonesia, jadi gue bingung. Alhasil gue nebak orang Malay.. --a
Dari JCube rencananya sih mau ke Orchard, karena gue mau makan es potong, tapi di MRT, kami berubah rencana dan  pergi ke Vivo, Mall di Harbour Front, tepat di seberang Sentosa Island. Kalau mau ke Sentosa Island, ke Universal Studio, pasti ngelewatin mall ini. 
Gue ngapain di Vivo? Rendem kaki. Iya, rendem kaki! Di roof top nya ada kolam air yang lumayan luas. Kalo di Indonesia orang jaim ga mau deket-deket itu kolam, anggep hiasan aja, di sana orang pada duduk-duduk di pinggir kolam sambil rendem kaki. Bahkan ada yang saking santainya, dia ngikutin pose sebuah patung di dekatnya.


Dari Vivo, gue langsung balik ke Sengkang. Makan malem di Compass Point, Mall di MRTnya Sengkang. lalu balik ke flat, Istirahat.
Besoknya, gue sebenernya ga ada rencana mau ke mana. Kalau disuruh ke Jurong Bird Park, gue males balik ke Jurong. Akhirnya gue random aja nyari tempat di MRT. Alhasil gue berhenti di City Hall. Keluar dari MRT City Hall, ada papan penunjuk arah. Gue berhenti sebentar, ngebacain satu-satu. Lalu gue melihat tulisan yang sangat menarik perhatian gue. SINGAPORE NATIONAL MUSEUM. Langsung deh gue nyariin itu museum. Waktu gue keluar gedung, gue sama sekali ga ngerti gue di mana dan harus pergi ke mana. Akhirnya gue buka GPS dan mengandalkan teknologi canggih satu itu untuk mengantarkan gue ke tujuan gue. Hasilnya: gue keliling-keliling muter gedung Mall City Hall (yang lumayan gede berhubung jadi satu sama hotel apa namanya gue lupa), salah nyebrang, keujanan, dan kaki gue sampe rada sakit. Agak dua puluh menit nyasar, akhirnya gue nanya sama satpam di depan hotel. Akhirnya dia nunjukkin gue harus pergi ke arah mana.
Dalam perjalanan, gue ngelewatin Singapore Art Museum. Tidak bisa menolak godaan masuk Art Museum, akhirnya gue mampir dulu di sana.
Sebelumnya, gue masuk Art Museum cuma sekali, di Bali, waktu karyawisata ke Bali pas kelas delapan, ke Neka Art Museum. Berbeda dengan Neka yang kebanyakan majang lukisan, Singapore Art Museum lebih menampilkan patung, foto, dan banyak benda seni lainnya dalam bentuk yang tidak biasa.
Waktu gue dateng ini, lagi ada pameran karya-karya seorang artist bernama Lee Wen bertemakan Lucid Dreams in the Reverie of Real Life (more info klik aja linknya). Selain itu ada juga pameran Panorama: Recent Art from Contemporary Asia. Di pameran ini, dipamerkan seni yang bersifat kontemporer. Apa itu seni kontemporer? Bukalah kamus, saya juga ga ngerti. Yang gue ngerti adalah rasa bangga waktu masuk ruangan pameran lantai dua, hal pertama yang gue lihat adalah Bajaj yang didekor seperti kostumnya Gatot Kaca. Kalau ga salah artistnya orang Indonesia. Juga ada lukisan yang saat pertama kali gue lihat, yang pertama kali terlintas di otak gue adalah, Chairili Anwar? Lukisannya adalah lukisan banyak orang, orang-orang terkenal di seluruh dunia, yang dilukis berpose seperti Chairil Anwar.

pose megang rokok
Chairil Anwar sendiri ada di antara wajah-wajah tokoh-tokoh dunia lainnya. Yang lain yang gue ngenalin ada Kartini, Ghandi, dan beberapa lainnya. Sayang ga boleh difoto, padahal itu keren. Dan artistnya pastinya orang Indonesia.
Selain itu, di sana juga ada seni dalam bentuk video. Ada video orang makan McD dengan cara semua diblender dan diminum. Iya, burger, fries, dan soft drink diblender jadi satu dan diminum. And they call it art. Gue nonton itu langsung kabur ke ruang sebelah, sebelum gue muntah di muka patung.
Penataan museum di sini sangat beda dengan penataan museum di Indonesia. Kalau di Indonesia satu ruangan bisa penuh sama berbagai macam barang yang mungkin kadang tidak saling berhubungan, di sini, satu ruangan bisa isinya satu benda atau serangkaian benda saja. Misalnya, di exhibition Lee Wen, ada satu ruangan yang isinya kawat yang dibentuk seperti orang, ditidurkan di atas kotakan, lalu ada rantai-rantai yang ujungnya dicelupkan ke baskom berisi air yang dicampur sama rempah-rempah. Jujur, gue ga tau maksudnya apa.
Agak tiga jam gue keliling-keliling museum itu (padahal museumnya kecil), menikmati berbagai macam benda-benda seni, dan jujur satupun gue ga ngerti maksudnya apa. Iya, gue demen mengagumi benda seni tanpa tau maksud di balik kenapa si senimam membuatnya.
Dari Art Museum, gue nyebrang ke National Museum. Sebelum bener-bener nyebrang, gue berhenti di sebuah Universitas, yang sayang sekali gue lupa namanya apa, buat makan siang. Di sana ada Subway, sandwich fast food restaurant. Kak Nia, guru masak gue, merekomendasikan gue makan itu. Kenyang, gue lanjut ke National Museum.
Apa yang ada di Singapore National Museum? Berbagai hal tentang sejarah Singapore. Ada satu bagian yang isinya khusus tentang bagaimana Singapore didirikan, dari jaman ditemukannya, sampai masa kolonialisme, lalu mereka merdeka. Mungkin enggak jauh beda sama Museum Nasional Indonesia kita. MuNas kita isinya apa, sih? terakhir gue ke sana waktu jaman kelas tujuh (sekitar enam tahun yang lalu). Yang menarik dari Singapore National Museum ini adalah, mereka menyediakan semacam discman (bukan discman juga, sih, namanya) yang udah diprogram tiap nomor yang dimasukkan menceritakan sebuah kisah. Jadi, selama kita jalan menelusuri bagian history dari museum ini, bakal ada nomor yang tertulis di lantai. Kalau kita pencet nomornya di discman kita tadi, bakal diceritain tentang benda yang ada di ruangan tersebut. Menarik? Sangat! Kalau orang Singapore mau ulangan sejarah tinggal dateng aja ke sini, seharian deh dengerin cerita sejarah berdirinya Singapore.
Selain itu, di sana lagi ada pameran Cheongsam, pakaian tradisional orang Cina yang budayanya dibawa ke Singapore. Seperti apa Cheongsam? Seperti ini.




Bonus: Foto cewe cantik (hiraukan bagian ini)


Dari MuNas, gue melanjutkan perjalanan mencari yang namanya Esplanade Mall, di daerah Esplanade. Dari tempat gue, tinggal jalan balik ke City Hall, terus lewat under pass, jalan ke arah Esplanade. Sekali lagi, gue nyasar. Gue nyasar ke Marina Square, munter-muter, dan tetap nyasar. Gue ngelihat di peta, adanya Esplanade Theater. Mallnya mana?!
Gue desperate banget nyariin Esplanade Mall gara-gara Kak Nia  nyuruh gue nyari Cookies Museum. Pertamanya si Kakak ngira itu museum isinya cookies gitu, ternyata waktu gue udah menemukan Esplanade Mall, yang ternyata di bagian belakangnya Esplanade Theater, itu cuma toko cookies yang udah berdiri dari jaman behule. Rasanya pengen gue copotin kaki gue terus dilempar ke embak-embaknya!
Mata kaki gue kalau punya kelenjar air mata mungkin udah nangis, kali. Bener-bener mau copot rasanya kaki gue. Sepertinya gue salah memilih sepatu. Sepatu gue yang oren kurang baik kalau dipake buat jalan lama-lama. Tapi, sepatu training gue yang ungu kondisinya udah rada-rada sebab sudah hampir empat tahun gue pake terus-terusan.
Kecewa tidak menemukan cookies museum, gue naik ke roof top Esplanade Mall. Pertama sih gara-gara penasaran, eh ternyata gue menemukan spot bagus buat motret Marina Bay Sands.
Setelah melihat Marina Bay Sands, langsung terpikir di otak gue, "Kalo di seberang ini Marina Bay Sands, berarti Merlion berada sangat dekat dengan gue, dong?"
Mulailah mata gue melirak-lirik ke kiri dan ke kanan, sayang sekali ga ada cewe cantik #eh. Dan langsung gue temukan, Merlion, berdiri gagah di seberang juga, bedanya kalau Marina Bay Sands seberangnya jauh, kudu naik bus dulu, mungkin. Kalau Merlion seberangnya tinggal turun dari roof top terus nyeberang jembatan. Bingung? Gue kasih gambarnya aja deh.


Anggap Esplanade Theater sama Mall jadi satu (emang jadi satu, sih). Pokoke Esplanade mall di bagian yang menghadap ke biru-biru, deh. Jadi, ya lokasinya seperti yang telah saya gambarkan (dengan jeleknya).
Seperti yang bisa anda lihat, ada tourist boat di sana. Ya, di sana para turis bisa naik perahu keliling-keliling daerah sekitar Merlion, Esplanade, Marina Bay Sands, dan ke daerah sungai lainnya. Kapalnya juga bisa dijadikan alat transportasi saja untuk menyeberang dari Esplanade ke Merlion (buat yang suka males jalan). Gue ga naik kapalnya, ga ikut tour keliling sungai, terlalu pelit untuk mengeluarkan uang agak banyak untuk tour naik perahu gitu doang. Biasanya, sih, kalau ke Singapore ikut tour, bakal dibawa ke Merlion dan bakal naik perahunya. Biaya naik perahunya S$ 17, untuk dewasa, S$ 10 untuk anak-anak. Fee segini buat naik yang durasi 40 menit. Ada yang durasi satu jam, S$ 22 untuk dewasa dan S$ 12 untuk anak-anak. More info, klik di sini.
Di bawah jembatan menuju ke Merlion dari Esplanade, ada yang jual es potong! Tanpa pikir panjang, gue langsung beli. Es potong adalah jajanan yang ga boleh dilewatkan kalau berkunjung ke Singapore! Pokoke itu makanan wajib!
Es potong Singapore ini dari tahun ke tahun harganya tetap sama, S$ 1. Paling ramai ditemukan di Orchard Road, tapi di tempat-tempat wisata lain juga masih mungkin ditemukan. Apa yang membuat es potong ini spesial? Es ini adalah ice cream yang berupa balok. Kalau kita biasa makan es krim macem Wall's yang ada stik atau di cone, es ini bentuknya balok. Nanti sama opa yang ngejual (biasa opa-opa), dipotong sesuai dengan porsi satu orang, lalu dihidangkan bersama roti tawar atau waffle (bisa dipilih).

waffle
bread



how the ice cream vendor looks like
Produsen es krim ini ga cuma Wall's doang, tapi ada Kings dan Magnolia. Ga tau kalau ada yang lain, tapi gue taunya cuma tiga itu doang. Kebetulan yang gue temuin di Esplanade itu Magnolia. Gue makan yang mint chocolate chips, rasanya kurang enak, dibanding Kings atau Wall's (Kings paling enak). Terlalu minty buat gue, sampai terasa pahit. Well, yang penting gue makan es potong!
Lalu akhirnya gue melanjutkan perjalanan, nyebrang ke Merlion. Kaki gue kalau punya mulut mungkin udah teriak-teriak, tapi mau apa, nanggung kalau dari Esplanade gue langsung balik. Merlion tinggal sekian langkah ini.
Sampai di Merlion, gue puas-puasin motret. Rame banget di sana! Banyak group tour yang baru mendarat di TKP. Ada juga rombongan anak-anak pramuka dari Asia Tenggara, Indonesia termasuk. Rada alay, sih, anak-anak Indonesianya (agak menyedihkan, ya). Rombongan tour yang lain banyakan dari China.
Dari Merlion, gue cari bus stop! Kaki gue udah ga kuat kalau disuruh jalan balik ke City Hall. Dari City Hall, gue memutuskan buat mampir ke Orchard Road. Sampai di sana, gue rasanya udah mau ambruk. Tiap berapa meter ada kursi, gue duduk. Ngapain gue ke Orchard Road? Nyari es potong (lagi)! Iya, gue ga lega kalo belom makan es potong yang enak! Akhirnya gue langsung jalan ke es potong langganan, merknya Kings, di pojokan Tangs Mall, sebelum Paragon Mall. Ga kebayang? Paragon itu di seberang Takashimaya. Ga kebayang juga? Ya udah nanti di sana tanya-tanya orang aja. Lagian kalau mau cari es potong sangat banyak di sana, tiap berapa meter pasti ada!
Gue makan sambil duduk, untung ada kursi di deket sana, kalo enggak gue makan sambil tiduran di bawah penjualnya! Selesai makan, gue teringat Ci Sasa nanyain waktu itu nyokap gue beli pembolong kertas berbentuk lucu-lucu di mana (itu, loh, pembolong kertas yang kalo kita ngebolongin kertasnya bisa bentuk macem-macem sesuai pembolongnya. bisa kupu-kupu, kuda, bintang, dll). Lalu gue memandangi Takashimaya dan mengingat-ingat satu setengah tahun yang lalu. Gue nemuin toko arts di Takashimaya. Mumpung masih di Orchard Road, gue nyeberang ke Takashimaya. Dengan kaki yang sebentar lagi akan memutuskan untuk berhenti bergerak, gue tetep jalan, gue naik eskalator, sampai ke lantai paling atas. Dan benar, di toko itu gue temukan si pembolong kertas. Sekarang tinggal laporan ke Ci Sasa. Masalahnya satu: apakah gue akan sampai di Sengkang dengan utuh? Itu saja.
Dengan penuh perjuangan dan sisa tenaga, gue jalan pelan-pelan dari Takashimaya ke MRT Station di Ion Orchard. Sampai di MRT, gue ga dapet tempat duduk. Waktu transit ke jalur ungu di Dhoby Ghaut, gue tetep ga dapet tempat duduk. Jadilah gue harus tahan berdiri agak dua puluh menit lebih. Sampai di Sengkang gue pengen banget ngesot balik ke flat. Kalo ga sok-sokan jaim, gue mau nangis, bener! Kaki gue sakitnya parah banget.
Besoknya, gue kembali ke Jurong buat ke Jurong Bird Park. Waktu nunggu bus di Boon Lay, ternyata orang yang ngatri ramai banget! Maklum, hari Sabtu. Banyak rombongan anak muda dan rombongan keluarga-keluarga muda yang bawa anak mereka buat menikmati ber-weekend-an di sarang burung, eh maksud gue kebun burung.
Apa, sih, isinya Jurong Bird Park? Buat yang pernah ke Bali Bird Park, isinya ya unggas. Bedanya, Jurong Bird Park sangatlah luas dan spesies unggasnya jauh lebih banyak daripada yang di Bali. Seinget gue, waktu gue Googling soal Jurong Bird Park, katanya ada Reptile Park nya juga, tapi sampai di sana antara gue lupa nyari atau emang ga nemu.
Gue beli tiket yang park hopper, buat dua taman binatang sekaligus, Bird Park dan Singapore Zoo. Lebih menghemat S$ 4 daripada kalau beli satu-satu. Tiket masuk tiap bonbin S$ 18,untuk dewasa. Karena gue beli park hopper, gue cuma bayar S$ 32. Ada juga yang 3 in 1 park hopper, sekaligus sama night safari, harganya S$ 68, untuk dewasa. Tadinya gue mau beli itu, tapi gue mikir-mikir, apa gue ga kecapean seharian di bonbin dari pagi sampai malem? Akhirnya gue beli yang 2 in 1 aja.
Waktu gue sampai di Bird Park udah rada siang, jadi gue ketinggalan show yang pagi, alhasil gue kudu nunggu show yang sore. Sambil nunggu show, gue keliling-keliling dulu. Peringatan buat yang suka ga kuat jalan, gue rekomendasikan buat sewa semacam scooter gitu, karena park ini gede banget dan jalannya naik turun. Waktu di sana, rasanya gue pengen pinjem salah satu burung predator mereka yang gede buat gue naikin! (emangnya kayak film-film siluman di Ind*siar?)
JBP Map




Gue keluar dari Jurong Bird Park sekitar jam 5 sore. Dari JBP, gue naik bus, kembali ke MRT station, lalu makan sore dulu karena siangnya gue makan tidak puas (beli pasta S$ 9 di fast food restaurant di JBP dan isinya ga terlalu banyak). Dari Stasiun Boon Lay, gue memutuskan buat ga langsung pulang, tapi mampir dulu ke Marina Bay Sands. Buat ke Marina Bay Sands ternyata rada ribet, kudu pindah jalur MRT dua kali. Pertama ke jalur merah, ke arah Marina Bay, dari sana ke jalur kuning, ke Bayfront. Di Bayfront ini stasiun MRTnya langsung di Marina Bay Sands.
Ngapain gue ke Marina Bay Sands? Mau main di casinonya~ *ngaco* enggak, lah! Ga mungkin, umur gue belum mencukupi, minimal 21 tahun. Gue ke sana buat lihat laser show. Gue direkomen sama Cici Lia, katanya sih bagus. Tapi, buat gue biasa aja.
Selain nonton laser show, gue ga punya urusan lain di Marina Bay Sands, jadinya gue pulang.
Supaya cepet, di MRT gue ambil kereta jalur kuning ke arah Harbour Front, tapi turun di Promenade buat transit kearah Dhoby Ghaut. Waktu di Promenade, ada kereta (yang tulisannya ke arah Dhoby Ghaut atau Bayfront) masih nunggu penumpang. Tanpa lihat kanan kiri, gue main masuk aja. Dan ternyata, saudara-saudara, saya dibawa kembali ke Bayfront.
Lalu sesuatu yang dapat dibuat cerpen terjadi di kereta ini waktu berhenti di Bayfront. Gue ga bakal ceritain di sini, mungkin bakal gue bikin cerpennya. Sampe sekarang kalau gue inget-inget gue jadi galau sendiri. huwaaa~
Lalu akhirnya gue kudu transit dua kali ke jalur ungu dan akhirnya pulang.
Keesokan harinya, gue pergi ke Singapore Zoo. Kembali naik bus nomor 161 dari depan flat, turun di Woodsland, lalu naik bus nomor 926.
Singapore Zoo kurang lebih sama seperti kebun binatang lain yang ada di dunia. Tempatnya agak jauh dari kota, juga dikelilingi oleh danau. Ukurannya agak lebih besar dari Jurong Bird Park, jadi buat yang ga demen jalan, sangat gue sarankan buat sewa scooter.

Waktu gue sampai di sana, gue ketinggalan satu show di pagi hari, tapi masih sempet nonton dua show sebelum makan siang. Untuk show yang pagi itu, bakal ada lagi sorenya, jadi seharian gue di kebon binatang.
Sayang sekalil waktu gue nonton show kedua, hujan turun. Untung tempat gue nonton show ini ada atapnya. Kalo enggak, sih, ...
Gara-gara hujan ini, gue tidak bisa motret dengan baik dan benar. Kasian kamera gue.
Berhubung ga bisa motret di tempat yang terbuka, gue memutuskan buat ngelihat-lihat binatang di tempat yang beratap, seperti Cat's Country dan Snake House. Hal pertama yang terlintas di pikiran gue waktu masuk Snake House adalah: "kalau Kak Puji di sebelah gue sekarang ini pasti orangnya teriak-teriak ga mau masuk." dan gue hanya bisa cekikikan sendiri ngebayanginnya.
Beberapa menit kemudian, gue motret seekor ular hijau yang sangat cantik, lalu gue pajang di dp bbm. DAN, apa yang gue pikirkan pertama kali terjadi. Si Kak Puji teriak-teriak. Bukan di sebelah gue, pastinya, tapi di bbm. Gue, yang kebetulan lagi ngeliat komodo dikasih makan, jadi ngakak sendiri (dan sangat kenceng) ngebaca bbm si kakak. Sepertinya sih ga ada yang nyadar (untungnya). Dan gue tetep cekikian sendiri ngetawain si kakak. Baru fotonya, kak, belom ngeliat langsung. Padahal ulernya cantik-cantik, lho.



Selain bisa jalan kaki keliling-keliling Singapore Zoo ini, ada juga tour keliling zoo pakai tram. Buat naik tram ini kudu bayar, S$ 5 untuk dewasa, S$ 3 untuk anak-anak. Tapi, gue ga rekomen buat yang mau ngelihat binatang-binatang up close karena tram ini pendek (ga tinggi) dan jalan aspalnya agak berjarak dari tempat binatangnya. Lokasi binatangnya ga terpisah kayak kebon binatang di Indonesia (dimana harus pakai bus buat ngelihat binatangnya). Pejalan kaki dibolehkan lalu lalang dan melihat lebih dekat lagi binatang-binatang di sana.  Jadi, kalau mau motret dari tram rada susah.
Gue keliling kebon binatang sampai jam 6 sore (demi nunggu show yang tertinggal), kaki gue juga siap copot. Gue kembali menggunakan bus yang sama, 926, dan gue baru sadar di bus stop di zoo kalau bus itu ternyata hanya beroperasi hari Minggu. Lucky me, perginya hari Minggu.
Dari zoo, gue langsung pulang ke flat dan istirahat.
Hari Senin, hari terakhir gue di Singapore, gue lewatkan dengan bermalas-malas ria di flat karena flight gue sore dan gue harus udah pergi ke airport jam 1 siang. Gue males kalau pergi ke Orchard atau tempat lainnya, karena agak jauh. Akhirnya, gue jalan-jalan di Compass Point di Sengkang, beli bekal makan sore buat di pesawat (karena ga dikasih makan), sekalian ganjel-ganjel snack. Dari Sengkang ke Airport gue naik bus nomor 27, ga langsung di bus stop depan flat gue, sih, gue harus naik 161 sampai pemberhentian di Punggol Road, dari situ naik nomor 27 sampai ke bandara.
Di bandara gue cengo agak setengah jam, meanwhile menunggu, gue makan bekal yang tadi gue beli, Hainan Chicken Rice. Lalu gue menyadari, GUE GA DIKASIH SENDOK! Masa gue makan pake tangan? Udik banget di Singapore makan pake tangan, di Changi pula. Mempermalukan nama Bangsa dan Negara! Akhirnya gue berpikir kreatif, gue sobek styrofoam tempat nasi ayam gue, dan gue jadikan itu sendok. In the end tetep aja sih gue dilihatin sama orang-orang sekitar, terutama yang sedang menunggu gate dibuka bersama gue. But who cares, yang penting gue makan!
Pesawat gue tiba on time, juga berangkat on time, jadi gue pulang ga telat. Pulang-pulang gue langsung berkangen ria sama si cantik.

Sebelum gue mulai jalan sendiri, hari Selasa, setelah nganter oma gue, cici sepupu gue, gue, dan oma gue pergi ke Japanese Garden sama Chinese Garden.
Yang paling terkenal sih Chinese Garden. Tamannya luas dengan berbagai macam patung dan gedung berbau oriental.

oriental buildings

zodiac garden

grandma & the bridge connecting Japanese Garden and Chinese garden

7-Storey Pagoda

Bonus: Foto aib cici gue   



Maskapai penerbangan yang gue pakai buat ke Singapore ini adalah Lion Air. Lion Air adalah salah satu dari sekian maskapai penerbangan yang menawarkan "terbang murah" ke berbagai kota di Asia. Waktu gue pergi ini, harga tiket pesawatnya, one way, sekitar Rp 500.000-800.0000. Kalau ada tiket promo, harganya bisa Rp 400.000. Ga tau kalau high season, sudah pasti bakal lebih mahal.

Di sana selama tujuh hari itu gue numpang tidur di tempat orang, jadi gue tidak mengeluarkan biaya hotel.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan:

Makanan & Minuman
Buat cari makan di Singapore sangatlah gampang. Di setiap mall pasti ada Kopitiam, semacam food court gitu. Di Kopitiam itu ada banyak sekali makanan, bahkan makanan Indonesia pun ada di beberapa Kopitiam. Makanan di Kopitiam yang khas Singapore adalah Hainan Chicken Rice. Ada juga makanan namanya Carrot Cake, tapi bukan wortel. Carrot cake ini semacam kuetiaw, tapi bentuknya ga panjang-panjang gepeng, tapi kotak-kotak. Rasanya? Enak banget.

Carrot Cake Singapore
Selama seminggu di sana, gue hanya makan Hainan Chicken Rice. Setiap hari. Eneg? Banget! Pulang-pulang gue minta makan sushi sama nyokap.
Hainan Chicken Rice harganya bervariasi di setiap Kopitiam. Selama gue di sana, sih, yang paling murah gue temuin S$ 3.30. Paling mahal, S$ 4.00. Ga tau, mungkin ada yang lebih murah dan ada yang lebih mahal. Kadang harga makanan ini tergantung lokasi Kopitiamnya. Kalau di tempat yang agak glamorous kayak Marina Bay Sands, sudah pasti harganya akan agak lebih mahal.
Sebenernya banyak makanan lain yang bisa gue makan, tapi makanan-makanan itu semua bisa gue temukan di Jakarta, jadi gue agak males. Gue pengen makan-makanan yang khas Singapore.
Selain dua makanan di atas, ada minuman khas Kopitiam Singapore. Ada dua, Barley dan Bandung. Gue ga bisa deskripsiin rasanya karena dua minuman ini rasanya lain dari yang lain, ga bakal ditemuin di minuman lain. Wajib minum! Diantara Barley sama Bandung, gue lebih suka Barley karena lebih menyegarkan tenggorokan (apalagi setelah jalan non stop keliling kota). Sayangnya, ga semua Kopitiam menyediakan Barley. Harganya juga lumayan mahal, sekitar S$ 1.70 per gelas.

Transportasi
Ada tiga pilihan transportasi yang bisa dipakai untuk keliling-keliling Singapore. Taxi, MRT, dan bus. Kalau pergi ke Singapore ramai-ramai sama keluarga, gue sarankan naik Taxi. Mungkin kalau dilihat biayanya agak mahal, tapi kalau dibanding ramai-ramai naik MRT, naik taxi akan sedikit lebih murah.
Kalau pergi ke Singapore sendiri atau berdua sama temen, atau pacar, sangat disarankan naik MRT dan bus. Kalau naik MRT, sebelum naik, wajib mendatangi mesin tiket dan membeli tiket terlebih dahulu (yaiyalah kalo enggak kumaha naik keretanya?!). Tiketnya nanti berupa kartu yang setelah sampai tujuan wajib dikembalikan. Biasanya uang yang kita bayarkan waktu beli tiketnya ga semua terpakai, ada kembaliannya. Kalau naik bus, bisa bayar langsung, tapi gue ga gitu ngerti mekanismenya.
Kalau ga mau capek bolak balik mesin tiket, bisa beli kartu yang seperti ini:
tampak depan
tampak belakang
Gue ga tau kenapa waktu beli gue dikasih yang warna oren :3
Ini adalah kartu cepat yang bisa digunakan untuk MRT dan bus. Kartu ini semacam kartu debit untuk dua trasnportasi di Singapore ini. Cara kerjanya sama seperti kartu tiket yang harus bolak balik dibeli di mesin tiket, tapi kartu ini bisa kita isi ulang sebanyak yang kita mau, sehingga kalau mau naik bus atau MRT tinggal langsung tempel ke mesin di pintu masuk (bus atau stasiun MRTnya). Nanti, waktu kita sampai di tempat tujuan, ditempel lagi di mesin serupa dan uang kita akan secara otomatis terpotong, sesuai dengan harga yang ditentukan untuk jarak yang kita tempuh. Kalau saldo kita udah mau habis, tinggal isi ulang di stasiun MRT.
Harga kartu ini S$ 12. S$ 5 untuk biaya kartunya dan S$ 7 saldo awal kita. Untuk selamanya kartu itu bakal jadi milik kita, ga sudah dikembaliin, walaupun nanti mau refund saldo sisa (iya bisa refund kalau udah mau pulang).
Buat pengguna iPhone atau iTouch, silahkan donwload aplikasi ini dan ini. Dua aplikasi ini sangat membantu kalau mau ke mana-mana. Satu peta MRT, satu lagi aplikasi buat nyari bus. Dua-duanya bisa berfungsi walaupun offline, jadi pengguna iTouch ga usah panik.

Internet dan Blackberry
Di Singapore pastinya ada provider handphone. Semuanya menyediakan paket internet dan paket Blackberry. Buat beli kartu perdana, paling gampang beli di 7/11 dengan harga kalau ga salah S$ 18. Jangan lupa bawa passport anda karena sepertinya akan dicatat sama petugasnya (gue ga gitu tau soalnya gue bawa nomer bokap gue ke sana). Untuk isi ulang pulsa, juga bisa dibeli di 7/11. Harga paket internet dan Blackberry bervariasi antar provider. Gue pake Starhub, paket seminggu harganya S$ 18, tapi itu 7 hari + 3 hari. Kalau Singtel, paket seminggunya S$ 15. Kemarin waktu gue di sana, ada kesalahan teknis dan pulsa gue terpotong satu dolar, alhasil gue ga bisa daftar paket seminggu lagi gara-gara cuma kurang satu dolar.
Kalau bingung mau pakai provider apa dan cara registrasinya gimana, gue sarankan Googling dulu, daripada sampai di sana ga tau apa-apa.

Keamanan
Sejauh yang gue tau, Singapore sangatlah aman. Tapi ga ada salahnya berjaga-jaga. Kalau berada di tempat yang agak ramai serperti Orchard Road, sangat disarankan memakai backpack di depan, handbag dijepit erat-erat di ketek (siapa tau handbagnya bau, terus copetnya ga jadi nyopet gitu). *kabur*
MRT akan sangat ramai di jam pulang kerja (sekitar jam 4-6 sore). Ramainya ga kira-kira, ga ada jarak antar manusia. Hati-hati dengan barang bawaan kalau kejebak di MRT yang ramai.
Kalau pulang malam, HINDARI TEMPAT YANG SEPI! Yang namanya tempat sepi malem-malem, di manapun anda berada, sangat disarankan untuk dihindari. Karena di tempat seaman apapun, yang namanya orang berniat kurang baik demennya di tempat yang sepi dan gelap.

Shopping
Banyak yang ke Singapore dengan tujuan shopping, terutama belanja barang-barang branded. Kalau boleh jujur, harganya sama mahalnya, kok, sama Jakarta. Bahkan banyak yang lebih mahal. Masa gue nemu kaos oblong biasa gitu doang harganya S$ 30an? Kalau diconvert ke Rupiah harganya kira-kira Rp 200.000,00an. KAOS GITU AJA HARGANYA SEGITU?! TIDAK DAPAT DIMAAFKAN!! *pelit*
Kalau mau belanja murah ke daerah Bugis. Gue ga tau tempatnya kayak gimana karena gue ga mampir ke Bugis. Gue kalau jalan-jalan ga pernah punya niat belanja. Makanya kalau pergi sama nyokap gue agak tersiksa karena diseretnya ke tempat belanja melulu...

Selama di MRT dan di bus, gue selalu dengerin iPod gue. Gue dengerin lagu Trance dari ATB. Lagunya enak-enak, saking enaknya rasanya gue berada di dalam video klip. Sayang sekali ga bisa gue pasang di blog ini karena dari uploader di Youtubenya ga ngasih ijin dimainin di web lain, jadi gue kasih playlist dari beberapa lagu di album ATB: Distant Earth.

Sekian travel review dari saya kali ini. Maaf terbitnya sebulan kemudian gini. Gue kalau siang-siang ga punya niat nulis. Tiap kali gue nulis selalu tengah malem (sekitar jam 12an). Biasanya sampai jam setengah dua, udah rada ngantuk, terus disetop, lanjut besok. Akhirnya malem ini selesai juga. Buat yang udah bersedia baca sampai kalimat ini, terima kasih banyak. :)

No comments:

Post a Comment