Friday, 10 June 2011

Surat Terakhir

Langit menangis siang itu. Tak ada satu titik pun yang ia sisakan untuk matahari mengintip. Gelap datang menemani kesedihan  mereka.
                Di rumah itu, di Jakarta, banyak orang berkumpul, berbaju hitam. Kesedihan terlukis di wajah mereka. Isak tangis histeris terdengar dari dalam. Kepedihan ibunda yang kehilangan anak semata wayangnya.
                Semua tamu datang untuk menunjukkan rasa duka mereka. Semuanya merasakan kehilangan yang paling menyakitkan. Siapa sangka gadis cantik itu hanya punya waktu sebentar saja.
                Namanya Kayla. Foto gadis manis itu dipeluk erat sang ibunda yang tak bisa berhenti menangis. Tidak ada yang tahu harus berbuat apa, tidak ada yang tahu harus berkata apa.
                Ia, Rita, berdiri di bawah hujan, membiarkan hujan membasahi tubuhnya. Membiarkan hujan meutupi tangisnya. Ia tak bergerak, ia tak berani, ia belum siap menerima kabar buruk ini.
                “Tubuh Kayla tidak ditemukan,” kata seorang tamu kepada yang lain.
                “Sudah satu minggu! Tidak mungkin ketemu!” sahut yang lain.
                “Katanya anak itu sudah tahu akan jadi seperti ini,” sambung seorang lainnya.
“Masa?!” tanya mereka, kaget.
“Anak itu kan punya bakat,” lanjutnya.
“Kalau ia tahu, kenapa tidak menunggu saja?” tanya seorang.
“Mungkin memang inginnya,” jawab seorang yang lain.
Mereka menggeleng, prihatin.
“Ia milik laut sekarang.”

Dua minggu berlalu, Rita kembali berdiri di tempat yang sama. Bedanya, siang itu sangat cerah dan tidak ada air mata yang keluar membasahi pipinya.
Ia menekan bel rumah itu. Tak lama, seorang pekerja rumah tangga keluar dan membukakan pagar, mempersilahkannya masuk, dan meminta dirinya untuk menunggu sebentar di ruang tamu.
Tak lama, ibunda dari Kayla muncul membawa beberapa benda bersamanya. Ia meletakkan barang-barang itu di atas meja dan memeluk Rita.
Tante Linda, namanya. Rita dapat merasakan pelukan itu penuh kepedihan dan kehancuran hati. Tak dapat dipungkiri, ia juga masih merasakan yang sama. Tetapi, untuk Tante Linda, tidak ada yang bisa merasakan sakit yang lebih.
Tante Linda memberikan semua barang yang tadi dibawanya.
“Barang-barang itu buat kamu. Kayla meninggalkan semuanya di atas mejanya di apartemen,” katanya.
Rita menerima semua benda itu; sebuah buku, sebuah kotak kecil terbungkus rapi dalam kertas kado, dan sebuah surat.
“Makasih, Tante,” balasnya.
“Andai tante bisa memutar balik waktu, Rit. Tante bakal bilang ke Kayla supaya jangan naik pesawat itu,” kata Tante Linda diikuti tangisan penuh penyesalan.
Rita tak berani menjawab. Ia tidak ingin membuat Tante Linda makin sedih. Ia memeluk erat Tante Linda, berharap pelukan bisa sedikit mengobati kesedihannya.
Tak berlama-lama, Rita langsung pamit pulang. Ia masuk ke dalam mobil Honda Jazz merahnya dan meluncur pergi.
Dalam perjalanan, pikiran Rita tidak fokus ke jalan. Ia meminggirkan mobilnya ke tepi jalan dan memutuskan untuk parkir sebentar di tempat yang sepi. Ia memandangi barang-barang yang tadi diberikan Tante Linda kepadanya. Semuanya ia letakkan di kursi penumpang di sebelahnya. Ia mengambil bukunya. Buku ring bercover polkadot yang tebal karena banyak tempelan di dalamnya. Ia membuka buku itu dari halaman pertama. Scrapbook?
Tiap halaman buku itu berisi tentang dirinya dan Kayla. Setiap saat yang mereka lewati, ada foto dan tulisan-tulisan yang dibuat Kayla di buku itu. Kayla benar-benar mendokumentasikan setiap momen yang mereka lewati bersama.
Untuk Rita, Kayla adalah seorang sahabat sekaligus adik. Beda umur mereka lima tahun. Kayla adalah orang yang unik dan selalu bisa membuat Rita tersenyum. Karena itu, Rita tak akan pernah mau mengecewakan Kayla. Dan satu hal yang tak pernah mau ia tunjukkan di depan Kayla, ia akan mengorbankan segala yang ia miliki agar dapat terus bisa melihat Kayla bahagia, yang adalah alasan mengapa ia bisa bahagia bersama Kayla. Ia sangat menyayangi Kayla.
Cerita pertama mereka di buku itu adalah ketika mereka pergi ke Jogja berdua. Itu adalah saat kedua mereka bertemu setelah sekian lama tidak mendengar kabar satu sama lain. Sejujurnya, ia tak menyangka akan menjadi teman dekat, bahkan sahabat Kayla untuk selanjutnya. Ia selalu berpikir bahwa Kayla hanyala teman biasa. Tetapi, pikirannya salah. Kayla adalah teman yang paling istimewa untuknya.
Cerita lainnya kebanyakan tentang perjalanan yang mereka lewati bersama. Ke Bandung, Bali, Surabaya, dan tempat-tempat wisata lainnya. Ada juga yang hanya menceritakan tentang mereka yang pergi ke mall, padahal mereka sering sekali jalan-jalan di mall. Satupun tak ada yang terlewati untuk Kayla ceritakan di buku itu.
Ada juga satu cerita yang untuknya pun tak akan pernah terlupa. Cerita ketika Kayla tiba-tiba mengirimkannya sebuah tiket pesawat untuk pergi  Australia pada hari ulang tahunnya. Kayla saat itu masih studi di Australia. Tidak mungkin menolak, ia pergi menemui Kayla. Saat di Australia, Kayla mentraktir dirinya dari makanan sampai tiket masuk ke tempat-tempat wisata. Jelas, ia menolak, tetapi Kayla berkata bahwa itu semua paket hadiah ulang tahun untuknya dan semua uang yang ia keluarkan adalah hasil dari keringatnya sendiri.
Rita tersenyum. Ia jadi tahu betapa Kayla menganggapnya sebagai teman yang paling istimewa juga. Senyuman Rita diikuti dengan tetesan air mata yang jatuh membasahi halaman di buku itu. Hatinya sakit, perih itu datang lagi. Mengapa sahabatnya yang paling ia sayang harus diambil darinya?
Ia menutup buku itu dan menyandarkan kepalanya di atas setir mobil. Ia menangis. Ia ingin berteriak dan memanggil Kayla kembali. Seperti Tante Linda, ia ingin memutar waktu dan meyakinkan Kayla untuk tidak datang di hari ulang tahunnya tahun ini. Tidak jika itu akan merenggut nyawa sahabatnya tersayang.
Satu bulan sebelum jadwal kepulangan Kayla ke Indonesia, Kayla menelpon Rita dan mengajaknya merayakan ulang tahunnya di Bandung. Tetapi, Kayla tidak pernah datang menjemputnya.
Masih teringat jelas suara Kayla dari benua seberang. Rita bahkan ingat persis setiap kata yang diucapkan Kayla.
“Kak Rita! Aku pulang loh tanggal 26 Maret! Ke Bandung yuk tanggal 28! Pas ultahmu! Aku jemput ya! Ntar Kak Rita siap-siap aja. Hehehe.”
Aku udah siap-siap loh, La, batinnya, tapi kamu ga pernah datang. Malah kabar buruk itu yang datang…
Rita kemudian mengambil kotak kecil yang terbungkus rapi kertas kado. Pada pitanya diikatkan sebuah kartu kecil bertuliskan “For my dearest Rita J”.
Ia membukanya dan mendapati sebuah orgel. Ia memutar tangkainya dan berdentinglah setiap nada keluar, merangkai sebuah lagu. Lagu yang untuknya sudah tidak asing lagi, Somewhere Over the Rainbow. Ia sering menyanyikan lagu itu bersama Kayla kalau sedang pergi ke luar kota berdua, atau sekedar meramaikan keheningan ketika sedang menyetir mobil.
Lagu itu mengingatkankannya untuk terus bermimpi dan optimis, karena pada suatu hari nanti, di sebuah tempat, semua mimpi-mimpi itu akan jadi kenyataan. Semua itu awalnya dikatakan oleh Kayla yang tak henti-hentinya menyemangati dirinya ketika sedang putus asa.
Ia memutarkan orgel itu beberapa kali sambil menyenandungkan lagu itu. Ia tersenyum, terima kasih, Kayla.
Rita kemudian meletakkan orgel itu kembali ke dalam kotak dan mengambil benda terakhir, surat.
Kayla sudah sering menuliskan surat untuk dirinya. Walau sekarang ini ada teknologi bernama e-mail, khusus untuk Rita, Kayla selalu menuliskan surat. Lebih original, kata Kayla.
Rita membuka amplop itu perlahan dan mengeluarkan beberapa lembar kertas. Ia menghela nafas, bersiap untuk membaca surat terakhir dari sahabat sekaligus adiknya tersayang.

Sydney, 20 Maret 2011

Dearest Rita,
Kuharap kabarmu baik-baik saja, ya. Pertama-tama, aku ga mau bikin surat ini jadi sedih. Mama pasti udah nemuin semua yang kutinggal di apartemen dan ngasiin semuanya ke kamu. bilangin makasih, ya, ke mama. Hehe.
Rita, maaf kalau tahun ini aku ga bisa nepatin janjiku seperti tahun-tahun sebelumnya. Sejujurnya, aku sendiri sedih dan ga mau buat ngingkarin janjiku. Tapi apa boleh buat. :)
Sejujurnya aku udah tahu semuanya. Tentang kecelakaan pesawat itu dan tubuhku yang tak akan pernah ditemukan. Kalau masih pada mencari, bilangin untuk sudahi saja. Memang mauku untuk kembali ke laut (kau kan tahu betapa aku mencintai laut).
Kenapa aku tetap memutuskan untuk naik?
Rita, delapan tahun mengenalmu itu tidak sebentar. And truth be told, Ive been tampering with fate since. Setiap detik bersamamu, itu karena aku yang memaksakan kehendakku kepada takdir. Aku melakukan segala cara agar semua bisa berjalan sesuai keinginanku. No, gue ga pake dukun. Itu adalah suatu kemampuan yang kumiliki.
Tapi, aku tahu kalau apa yang kulakukan ini adalah curang. Ga seharusnya aku memakai kemampuan ini buatku sendiri. Tapi, aku egois, Rit. Aku cuma mau terus bisa bersama kamu. :(
Dan kali ini, sudah cukup aku menyalahgunakannya. Aku harus berhenti. Sudah lumayan lama aku merencanakan untuk pulang dan pergi ke Bandung bersamamu, Rit. Dua minggu sebelum keberangkatanku, aku mendapatkan petanda kalau waktuku sudah habis. Aku bisa sih kalau mau menghindar, tapi udah cukup deh. Aku udah terlalu sering escaping death.
Lagian ga enak tau punya kemampuan kayak gini. Berasa punya built in cheat engine. Berasa hidupku kayak The Sims. Sejujurnya aku udah capek juga. Kadang aku marah sama diriku sendiri yang selalu dapet enaknya, sedang orang lain menderita. Ga enak ngeliat cuma aku sendiri yang selamat ketika orang lain nyawanya terenggut.
Dan besok ini aku memutuskan untuk ikutan aja lah sama mereka. Lagian kalau aku ga ikut pun, itu pesawat bakal jatuh juga. And what can I do to make it stop? Nothing. Ga ada yang bakal dengerin aku. Malah ntar aku ditangkep polisi dan diinterogasi, sedang itu pesawat tetep terbang dan jatuh. Lagipula, memang seharusnya aku udah pergi dari dulu. :)

Rita, inget ga ketika kamu cerita ke aku tentang kakakmu? Your big brother whom you love so very much. Kamu waktu itu cerita kalau dia udah ga ada, kan? Tapi kamu ga pernah memberitahuku kenapa.
Aku belum pernah bilang ke kamu, kalau aku punya satu lagi bakat. Bakatku yang satu ini ga bisa sembarangan aku pakai, karena ga semua orang cocok sama aku.
Apakah bakat itu? Simple, jiwaku mudah tertarik sama jiwa seseorang yang kehilangan orang yang paling disayanginya. Dan jika orang yang juga ia sayang merasakan hal yang sama, kadang orang yang udah tiada itu dateng ke aku dan menitipkan seorang yang ia tinggal di dunia. (hmmm, mungkin ga sesimpel yang aku bilang).
Ya sudah, intinya, aku sering dititipin buat ngejagain orang di dunia. Dan salah satu alasan kenapa aku begitu dekat dengamu adalah ini, Rit.
Waktu pertama kali ketemu kamu, aku juga ketemu kakakmu yang ternyata jiwanya masih berada di dekatmu. Dan kakakmu, yang menyadari kemampuanku, datang padaku dan memintaku untuk menjagamu. Awalnya aku bingung harus berbuat apa, karena waktu itu kita belum mengenal satu sama lain. Tapi, mungkin memang sudah takdir, kita bisa tuh kenalan.
Karena aku sudah membuat janji dengan kakakmu, aku terikat kepadamu sampai kamu menemukan orang lain yang bisa mejagamu. Tapi, sepertinya hal itu tidak akan pernah terjadi. Aku memang harus menjagamu selamanya, Rit. Aku sendiri sudah terikat kepada jiwamu dan bersumpah untuk menjaga dan melindungimu dengan segenap hati dan jiwaku. Karena jika sesuatu yang buruk terjadi padamu, aku ga akan pernah maafin diriku sendiri. I love you too much. (lagipula, sampai sekarang kamu masih single, sih. Aku belum bisa meninggalkamu jika kamu belum punya seseorang yang pasti bakal menjagamu untuk seterusnya. Makanya, cepetan cari pacar! Hahaha!)
Aku sayang sama kamu, Rit. Bukan hanya karena kakakmu menitipkanmu kepadaku, tapi aku bener-bener sayang sama kamu. Aku sayang sama kamu lebih dari segalanya dan aku rela ngorbanin apa aja demi kamu, Rit. Dan kalau boleh aku mati setelah aku mati ini, aku mau! Karena aku ga akan pernah bisa maafin diriku yang harus meninggalkanmu sendiri lagi. (yang pasti aku harus siap-siap dimarahi kakakmu kalau ketemu, nanti. Haha).
Iya juga, ya. Aku bakal ketemu kakakmu lagi, deh. Semoga dia ga marah, ya, sama aku. Tapi, kayaknya dia bakal marah deh. Teganya aku meninggalkan adiknya sendiri. Haha.
Cheer up, Rit. Aku mungkin memang sudah tidak ada lagi di dunia, tapi aku akan selalu menjagamu entah dari mana. :)

Sudah seminggu aku ga tidur, Rit. Lebih tepatnya, ga bisa tidur. Setiap kali aku tidur, mimpi buruk itu datang, Rit. Semua bayang-bayang kematianku terus diputar seperti film tiap aku menutup mata. Aku ga berani tidur. Paling kadang aku ketiduran kalau sudah benar-benar lelah. Tetap saja, aku lebih baik tidak tidur sama sekali daripada harus selalu diingatkan akan kematianku.
Menyeramkan, Rit, ketika kamu bisa tahu apa yang akan terjadi padamu saat hari kematianmu. Semuanya akan terjadi persis sama seperti apa yang aku lihat di mimpi.
Aku takut, Rit. Aku belum mau pergi. Aku masih ingin tinggal sedikit lebih lama. Aku masih mau meluangkan waktu lebih banyak lagi bersamamu, Rit. Masih banyak hal lain yang ingin kulakukan.
Jujur, Rit, sebenarnya aku sudah lama mengetahui bahwa aku akan pergi. Tetapi, semenjak aku lebih sering meluangkan waktu bersamamu, perasaan itu hilang. Dan aku ga pernah teringat lagi akan hal ini. Sampai seminggu terakhir. Yang datang bukan hanya perasaan, tetapi pengelihatan bagaimana kematianku akan terjadi.
Menyebalkan! Akhirnya aku harus pergi. Padahal aku masih mau pergi ke Bandung sama kamu, Rit! :(

Pesawatku akan jatuh karena ada kerusakan pada mesin bagian kanan. Dalam beberapa detik mesin itu akan meledak setelah alarm kegagalan mesin di kokpit berbunyi. Pesawat akan kehilangan keseimbangan karena pilot tidak dapat menstabilkan pesawat dan jatuh dari ketinggian 37.000 kaki. Selama jatuh, pesawat akan terpecah menjadi beberapa bagian sebelum masuk ke laut.
Teriakan mereka, para penumpang lainnya, penuh ketakutan, Rit. Aku ga tahu kenapa aku sendiri yang begitu tenang. Bahkan aku tidak mengatakan satu kata apapun saat kejadian. Padahal, sekarang ini aku sama sekali ga tenang.

Aaaah! Rita, Rita, Rita! Ingin sekali rasanya aku memelukmu erat sekarang ini! Aku tidak mau meninggalkamu! Andai aku bisa teleport, aku mau teleport sekarang juga ke Jakarta supaya bisa bertemu denganmu sebelum aku pergi. Menyebalkan! Ya sudah, aku peluk foto-fotomu saja, lah! Hahaha.
Aku akan meninggalkan hadiah ulang tahunmu dan surat ini di apartemen. Oh iya, juga scrapbook yang kubuat selama enam tahun terakhir yang isinya tentang aku dan dirimu dan segala yang kita lewati bersama. Hehe. Besok, saat pulang, aku tidak akan membawa apa-apa selain diriku dan bebrapa hal yang biasa kubawa setiap hari.
Well, this is it, Rita. Selamat tinggal dan terima kasih atas segala kenangan indah yang boleh kumiliki. Sampai bertemu di kehidupan selanjutnya. I love you, Rita. :)


Forever Yours,
-Kayla-
XOXO




P.S: bukan, ini bukan cerpen yang waktu itu saya bawa ke Bali.. :D (ada reader yang berharap ini cerpen yang waktu itu gue bawa ke Bali, nih). ini cerpen tercipta di tengah sibuknya ulangan n tugas-tugas menjelang ulangan umum. :D cerpen yang kubawa ke Bali..?? tidak untuk dibaca umum.. xD

No comments:

Post a Comment